Jumat, 08 Juni 2012

Etika Bergaul Seorang Muslimah


Etika Bergaul Seorang Muslimah - Pada zaman sekarang banyak sekali seorang muslimah yang sudah jauh dari etikanya. Apakah ini merupakan perubahan atau terkena dampak modernisasi ??? Mari kita kupas tentang Etika Bergaul Seorang Muslimah.
Bukan dari tulang ubun ia diciptakan sehingga lupa akan pujian, bukan juga dari tulang kaki karena khawatir akan diinjak dan direndahkan. Melainkan ia diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan dada untuk dilindungi dan dekat dengan hati untuk dicintai.

Akhwat beda dengan ikhwan. Dalam menjalankan aktivitas pun sangat berbeda. Tapi hukum syara’ memandang sejajar antara ikhwan dan akhwat. “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan,” (QS Al Isra ; 70)

Karena saya akhwat, pastinya saya akan membahas aktivitas akhwat batasannya seperti apa saja. Kadang, jika saya melihat dan menilai, secara tidak sengaja telah terjadi pelanggaran hukum syara’. Biasanya, di kalangan akhwat terjadi pelanggaran hukum syara’ dalam konteks ijtima’l atau pergaualan dengan lawan jenis. karena mereka belum memahami aktivitas mana saja yang termasuk hayatul khas dan hayatul ‘aam. Di kalangan ikhwan pun terkadang ada pelanggaran hukum syara’ karena sikap yang kurang tegas dan kurang mengetahui batasan aktivitas akhwat itu seperti apa saja, dalam konteks hubungan demi maslahat masing-masing yang sesuai dengan hukum syara’ dan selanjutnya karena godaan Syetan..

Apa yang akan saya paparkan adalah aktivitas akhwat dalam konteks hubungan interpersonal dengan ikhwan / ijtima’I:

1.Hayatul ‘Aam
Hayatul ‘aam atau kehidupan umum bagi akhwat adalah seputar kehidupan yang menyangkut perkara pendidikan, mu’amalah, kesehatan. Hayatul ‘aam, bagi akhwat, maknanya bahwa ia boleh bercerita tentang ketiga perkara tadi, selebihnya tidak boleh karena sudah menyangkut hayatul khas..

Bagi ikhwan manapun hanya cukup untuk mengetahui ”hayatul ’aam” kehidupan umum-nya saja, seperti contoh diatas ; pendidikan, tempat tinggal, hobi, aktivitas di lembaga dll. Sedangkan hayatul khas, sudah sangat privasi sekali yang menyangkut kehidupan pribadi (keadaan keluarga, keadaan dirinya) di luar itu konteksnya sudah hayatul khas. Bagi akhwat tidak boleh menceritakan hal-hal pribadi pada ajnaby (orang asing). Akhwat boleh menceritakan hal-hal terkait pribadinya jika ia telah dikhitbah untuk lanjut ke jenjang pernikahan. Dan ketika berinteraksi dengan lawan jenis akhwat diharapkan bertindak dan berbicara seperlunya saja, tegas dan jelas. Dalam aktivitas yang berkaitan dengan lawan jenis, seorang akhwat seringkali mudah melakukan pelanggaran. Mungkin karena secara psikologis akhwat memiliki karater ingin diperhatikan atau malah kadang cari perhatian agar bisa berinteraksi dengan lawan jenis, apalagi kalau sudah menyangkut “masalah hati.” Tapi berinteraksi dengan ikhwan dalam konteks mendiskusikan ilmu, menurut saya ini dibolehkan, tapi, ada beberapa hal kita sendiri bisa menjaminnya sesuai dengan perkataan Rasulullah Saw, “Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka bertindaklah sesuka kalian.” Yang dimaksud hal-hal yang kita harus bisa menjaminnya adalah kemungkinan timbulnya fitnah. Mungkin kita bisa berdalih dengan mengatakan “Saya dengan dia cuma teman, hanya sebatas sharing ilmu.” Tapi saya berpendapat sebaiknya dicari “aman” nya saja, karena fitnah itu diibaratkan mencemarkan dan menjatuhkan kehormatan seorang akhwat dan manjaga ’iffah / kehormatan itu wajib hukumnya.

Mubah hukumnya untuk berinteraksi dengan ikhwan dalam masalah ilmu, kareka khawatir seorang akhwat akan menceritakan sesuatu yang masuk dalam wilayah khas, sehingga yang mubah menjerumuskan ke haram. Bagaimana dengan diskusi di forum internet atau milis? Menurut saya, dalam wilayah ini sifatnya lebih ‘aam karena diketahui banyak orang pembahasannya pun seputar perkara yang dibolehkan. Dalam hal ini saya ingin mengutip perkataan Abu Bakar, “Berhati-hatilah dalam bertindak karena dari hati-hati tadi memberikan manfaat bagimu.”

2.Hayatul khas
Hayatul khas atau kehidupan khusus adalah perkara seputar pribadi dan ini hanya boleh di ketahui oleh keluarga ‘mahram’ dan sesama kaum perempuan dalam lingkungan kita. Contohnya, menceritakan keadaan dirinya dan keluarganya, target hidup, target dakwah dll. secara detil, kecuali seorang akhwat sudah dikhitbah. Seorang ikhwan yang faham akan apa arti kehormatan bagi seorang akhwat pasti maklum atas sikap tegasn seorang akhwat dan tidak dimaknai sebagai sikap jaim (jaga image) atau jutek, terlalu saklek atau apalah namanya. Tegas bukan berarti memaksa agar pandangannya di terima atau egois tapi demi menjaga kehormatan. Intinya, dalam hal ini sangat dibutuhkan ketegasan dari masing-masing pihak, baik maupun akhwat untuk menjaga ‘iffahnya masing-masing. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara halal itu jelas, dan perkara haram itu jelas; serta di antara keduanya terdapat perkara mutasyabihat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjauhi syubhat, sungguh ia telah terbebas dari dosa, dalam agama dan kehormatannya. sebaliknya, siapa yang terjerumus pada perkara syubhat berarti ia telah terjerumus dalam perkara haram,” (HR. Imam Bukhari, Muslim dan ashabun Sunan)


Etika berbicara dengan akhwat pada dasarnya sama dengan etika seorang laki-laki ketika berbicara dengan lawan jenisnya yang bukan mahram.
Intinya adalah bahwa seorang laki-laki dan wanita yang tidak ada hubungan mahram,tentu memiliki batasan-batasan syar'iyah dalam saling berhubungan atau komunikasi.

Antara lain adalah:

1. Menahan pandangan dari kedua belah pihak

Artinya, tidak boleh melihat aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat,
tidak berlama-lama memandang tanpa ada keperluan. Allah berfirman:

"Katakanlah ke pada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya..." (QS aN-Nur: 30-31)

2. Keduanya Wajib Menutup Aurat

Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntunkan syara',
yang menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan. Jangan yang
tipis dan jangan dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allah
berfirman:
"... dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa
tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya..." (QS aN-Nur: 31)

Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah
muka dan tangan.

Allah berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku sopan:
"... Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu ..." (QS al-Ahzab: 59)

Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita yang baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan
Setiap orang yang melihatnya untuk menghormatinya.

3. Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan
membangkitkan rangsangan baik dari pihak kali-laki ke pihak wanita atau
sebaliknya.

Allah berfirman:
"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang
baik." (QS aA-Ahzab: 32)


4. Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang lawan jenis
Firman Allah :
"... Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan..." (QS aN-Nur: 31)

Khususnya buat para wanita, hendaklah mencontoh wanita yang
diidentifikasikan oleh Allah dengan firman-Nya:

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan..." (QS aA-Qashash: 25)

5. Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggak-lenggok
Disebut dalam hadits:
"(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada kerusakan (kemaksiatan)." (HR Ahmad dan Muslim)

Jangan sampai ber-tabarruj (menampakkan aurat) sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita jahiliyah tempo dulu atau pun jahiliyah modern.

4. Menjauhkan diri dari Parfum Yang Mencolok
Bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di
rumah, bukan di jalan dan di dalam pertemuan-pertemuan antara laki-laki dan wanita.

5. Hindari Berduaan (kholwat)
Jangan berduaan (laki-laki dengan perempuan) tanpa disertai mahram. Banyak
hadits sahih yang melarang hal ini seraya mengatakan, 'Karena yang ketiga
adalah setan.' Jangan berduaan sekalipun dengan kerabat suami atau istri.
Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi:
"Jangan kamu masuk ke tempat wanita." Mereka (sahabat) bertanya,
"Bagaimana
dengan ipar wanita." Beliau menjawab, "Ipar wanita itu membahayakan." (HR Bukhari)

Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau istri dapat menyebabkan kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk berlama-lama hingga menimbulkan fitnah. Kholwat adalah bersendirian dengan seorang perempuan lain (ajnabiyah). Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu,
saudara, bibi dan sebagainya.

Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaa yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis zzitu, tanpa ada orang ketiganya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut :
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad)

"Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya." (HR Ahmad)

Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak.

6. Hindari Melihat Jenis Lain dengan Bersyahwat
Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, yaitu pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang, perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina.
"Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya" (QS aN-Nur:
30-31)

7. Menundukkan Pandangan
Yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19).

Disini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara. Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan,
tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan
perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.

Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak
melekatkan pandangannya kepada yang dilihatnya itu.

Oleh karena itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina Ali :
"Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya.
Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak
boleh." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)

Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain
jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata. Sabda beliau: "Dua mata itu bias berzina, dan zinanya ialah melihat." (Riwayat Bukhari)
 
Sumber : My Islamic Artikel

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Blog Archive