Kisah Dahlan Iskan Menyiasati Kegagalan
Banyak orang yang terpuruk saat gagal. Sebaliknya, tak sedikit yang jumawa saat di puncak kesuksesan. Tapi, bagi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, meraih kesuksesan ibarat belajar naik sepeda: jatuh berkali-kali sampai bisa menunggangi.
Sabtu pekan lalu, dihadapan ribuan mahasiswa, Dahlan berkisah soal kesuksesan dan kegagalan.
Awalnya, ia risi juga ditanya atau diminta bicara soal kesuksesan yang ia raih. Saat bicara dalam talkshow "Public Figure on Talk" yang digelar BEM ITS, Surabaya, Dahlan mengaku ingin bicara soal kegagalan.
"Jadi undangan seperti itu tidak fair," kata Dahlan di gedung Robotika ITS Surabaya. "Tidak fair karena kegagalan saya juga banyak."
Mantan Dirut PT PLN itu menyebut satu contoh kegagalannya yang cukup besar, yakni saat dirinya mendirikan usaha Internet "Meganet" yang mengalami kerugian.
"Saat itu Internet belum disukai orang seperti sekarang, apalagi kemudian ada krisis di Indonesia. Perusahaan itu akhirnya saya lepas. Saya telah memulai dan saya harus mengakhiri daripada rugi besar," tutur pria kelahiran Magetan, Jatim.
Namun kegagalan itu tidak terlalu menjadi persoalan bagi perusahaan. "Ibaratnya, dosa saya kepada perusahaan itu Rp 100 miliar, tapi saya juga menghasilkan triliunan untuk perusahaan," ujarnya. "Ada prinsip mizan (keseimbangan)."
Cara seperti itu pula yang kini diterapkan saat dirinya dipercaya menjabat Menteri BUMN. "Garuda itu bangkrut, lalu saya tawarkan, tapi nilai sahamnya justru naik. Mungkin yang menawarkan dipercaya ya," ucap dia, tersenyum.
Kepada 1.600 mahasiswa ITS dan perwakilan mahasiswa dari Unair, UGM, ITB, dan sebagainya yang hadir dalam acara itu, Menteri yang juga jurnalis itu menegaskan bahwa cerita kegagalan itu penting.
"Ibarat belajar naik sepeda yang nggak ada sekolahnya, kita bisa naik sepeda kalau kita sudah berkali-kali jatuh. Yang penting jangan kapok (jera), sekali-kali rugi itu boleh karena namanya bisnis ya begitu itu. Ada juga kegagalan yang lebih gawat, yakni ditipu," tutur dia.
Dalam kegiatan yang dibuka Pembantu Rektor I ITS Prof Dr. Ing Herman Sasongko itu Dahlan Iskan mengatakan dirinya mampu menghadapi kegagalan karena banyak belajar tentang kehidupan dari sosok ayahandanya yang buruh tani dan tukang kayu yang kerjanya serabutan.
"Ayah saya itu pekerja keras, pagi sudah ke sawah sebagai buruh tani, lalu kalau tidak ke sawah ya bekerja sebagai tukang kayu, bahkan sering masih ke sawah pada malam hari. Kami miskin dengan hidup ala kadarnya," ucap dia.
Namun dirinya juga seperti ayahandanya yang tidak pernah merasa menderita, tidak pernah menderita karena lapar, dan tidak pernah ngomel karena kemiskinan dengan menyalahkan pihak lain. Bahkan kerja keras juga tidak merasa bekerja keras karena hal itu sudah menjadi kebiasaan.
"Akhirnya saya punya prinsip bahwa kalau miskin bermartabat dan kalau kaya bermanfaat. Kalau menyalahkan orang, ya tidak bermartabat," kata Dahlan yang DO (drop out) dari kuliah di Jurusan Tarbiyah karena sibuk menjadi aktivis pers kampus.| sumber: tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar