Kemudian mencari orang alim lainnya, dan ketika telah ditunjukkan maka ia menerangkan bahwa ia telah membunuh seratus orang, apakah ada jalan untuk bertobat? Jawab si Alim: Ya ada, dan siapakah yang dapat menghalanginya untuk bertobat? Pergilah ke dusun itu karena di sana banyak orang‑orang ta’at kepada Allah, maka berbuatlah sebegaimana perbuatan mereka, dan jangan kembali ke negerimu ini, karena tempat penjahat. Maka pergilah orang itu.
Tatkala di tengah jalan, mendadak ia mati. Maka bertengkarlah Malaikat rahmat dengan Malaikat siksa. Berkata Malaikat rahmat: Ia telah berjalan untuk bertobat kepada Allah dengan sepenuh hatinya. Berkata Malaikat siksa: Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali. Maka datanglah seorang Malaikat berupa manusia dan dijadikannya sebagai juri (hakim) diantara mereka.
Maka ia berkata: Ukur saja antara dua dusun yang ditinggalkan dan yang dituju, maka ke mana ia lebih dekat masukkanlah ia kepada golongan orang sana. Maka diukurnya. Didapatkan lebih dekat kepada dusun baik, yang ditujunya, kira‑kira sejengkal, maka dipegang ruhnya oleh Malaikat rahmat. (Buchary, Muslim).
Dalam riwayat lain: Allah memerintahkan kepada bumi yang dituju supaya mendekat, dan menyuruh bumi yang ditinggalkan supaya menjauh. Dalam riwayat lainnya: Maka condong dadanya dengan kearah dusun yang dituju, maka diampunkan baginya.
[Sumber: Kitab Riyadhush Sholihin]
0 komentar:
Posting Komentar